Peran Remaja

Meningkatkan Peran Serta Remaja Dalam Mengatasi Masalah Kependudukan Di Indonesia 

November 15, 2013
Oleh: Wahyu Wahidah Wahdaniyati

Menghadapi masalah kependudukan yang semakin krusial di Indonesia, BKKBN memilki cita-cita mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang di tahun 2015. Cita-cita ini terumuskan dalam visi BKKBN yang sejatinya merupakan semangat yang harus tertanam di semua sektor dan lapisan masyarakat yang melandasi upaya bersama mengatasi masalah kependudukan di Indonesia. Indikator tercapainya visi ini yaitu menurunnya angka fertilitas (TFR) menjadi 2,1 dan Net Reproductive Rate (NRR) sama dengan 1 (satu).  Tentu, hal ini menjadi pekerjaan rumah yang berat mengingat TFR kita berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 masih berkutat di kisaran 2,3 anak per Wanita Usia Subur (WUS).


Dalam rangka mencapai visi tersebut, BKKBN melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang. Upaya tersebut terumus dalam misi BKKBN yaitu mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera dengan melakukan penyerasian kebijakan pengendalian penduduk, penetapan parameter penduduk, peningkatan penyediaan dan kualitas analisis data dan informasi pengendalian penduduk dalam pembangunan keluarga berencana dan mendorong stakeholders dan mitra kerja dalam menyelenggarakan pembangunan keluarga berencana dalam rangka penyiapan kehidupan keluarga bagi remaja, pemenuhan hak-hak reproduksi, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga peserta KB.
Dalam melaksanakan visi dan misinya, BKKBN membutuhkan peran serta  dan dukungan semua sektor untuk mengatasi masalah kependudukan di Indonesia. Permasalahan kependudukan pada dasarnya terkait dengan kuantitas, kualitas dan mobilitas penduduk. Undang-undang No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera telah mengamanatkan perlunya pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional. Dalam hubungan ini, maka pengelolaan kependudukan dan pembangunan keluarga harus mendapatkan perhatian khusus dalam kerangka pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Berdasarkan amanat Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 diatas, remaja merupakan komponen masyarakat yang tepat sebagai sasaran target dalam pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional.  Tentu bukan hal yang mudah dan membutuhkan proses untuk mensinergikan remaja Indonesia agar peduli terhadap masalah kependudukan di Indonesia. Oleh karena itu perlunya penyebarluasan pendidikan kependudukan pada remaja dalam rangka meningkatkan kesadaran remaja terhadap masalah kependudukan harus segera menjadi program pemerintah sebagai upaya peningkatan kualitas remaja yang diharapkan mampu menjdai agen pembangunan berwawasan kependudukan.
Permasalahan dan peran strategis remaja terhadap masalah kependudukan
Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Remaja menurut BKKBN adalah penduduk laki-laki atau perempuan yang berusia 10-19 tahun dan belum menikah. Sedangkan menurut WHO adalah penduduk laki-laki atau perempuan yang berusia 15- 24 tahun (BKKBN, 2003). Jumlah penduduk Indonesia saat ini sebanyak 233 juta jiwa dan 26,8% atau 63 juta jiwa adalah remaja (SKRRI, 2010).
Dengan proporsi remaja yang jumlahnya relatif besar, sebenarnya bangsa Indonesia memiliki sumberdaya manusia yang potensial untuk dididik, diarahkan agar berperan serta secara aktif dalam menyumbangkan ide, gagasan ataupun aktif dalam kegiatan-kegiatan yang membantu pemerintah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada termasuk masalah kependudukan. Meskipun remaja kadang bersifat radikal terhadap lingkungan disekitarnya,  namun remaja memilki tingkat mobilitas yang tinggi, keingintahuan dan kerjasama yang solid terhadap sesama dalam mencapai tujuan dan prestasi yang diinginkan.
Remaja adalah pribadi yang terus berkembang menuju kedewasaan, dan sebagai proses perkembangan yang berjalan natural, remaja mencoba berbagai perilaku yang terkadang merupakan perilaku yang berisiko (Smet, 1994). Berdasarkan penelitian SKKRI tahun 2007, terjadinya peningkatan drastis perilaku beresiko remaja. Pertama, perilaku seks pranikah remaja cenderung terus meningkat dan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) juga terjadi pada remaja. Kedua, jumlah kelompok remaja Indonesia yaitu 90% remaja putri dan 85% remaja putra menginginkan pelayanan Keluarga Berencana (KB) diberikan kepada mereka. Ketiga, Angka ini jauh lebih besar jika dibandingkan hasil SKRRI 2002 yang hanya 52% remaja perempuan dan 41% remaja laki-laki masing-masing meminta untuk dapat diberikan pelayanan kontrasepsi. Keempat, jumlah remaja 15-24 tahun sekitar 42 juta jiwa, berarti sekitar 37 juta jiwa remaja membutuhkan alkon tidak terpenuhi (unmet need berKB kelompok remaja). Kelima, Unmet need ber KB untuk kelompok remaja akan tetapi menjadi unmet need, karena definisi Keluarga Berencana menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera adalah untuk ”pasangan suami istri sesuai dengan pilihannya”. Dengan demikian pemberian pelayanan kontrasepsi kepada remaja bertentangan dengan Undang-undang.
Berdasarkan fakta diatas, keberadaan remaja yang unmet need KB karena tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 10 tahun 1992, maka tidak selaras dengan arah sasaran strategis BKKBN dalam mewujudkan penduduk seimbang. Sasaran strategis BKKBN 2010-2014 berusaha menurunkan kebutuhan ber-KB tidak terlayani (unmet need) dari 9,1 persen (SDKI 2007) menjadi sekitar 5 persen dari jumlah pasangan usia subur. Tentu, jika mengikuti amanat Undang-Undang No. 10 tahun 1992, maka keberadaan remaja unmeet need KB menjadi faktor penghambat dalam mewujdkan penduduk seimbang.
Selain fakta di atas, hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menyebutkan bahwa saat ini sebanyak 39 persen wanita Indonesia usia produktif tidak menggunakan alat kontrasepsi dengan sebaran 40 persen di pedesaan dan 37 persen di perkotaan. Berdasarkan presentase tersebut, tentu kita merasa tergelitik dan mengundang pertanyaan besar, “Mengapa presentase wanita usia produktif yang tidak mengunakan alat kontrasepsi di pedasaan lebih tinggi daripada diperkotaan?”. Jika dikaji lebih mendalam, kemungkinan akan dicapai titik temu sebab akibatnya yang tidak terlepas dari masalah sosial budaya masyarakat setempat. Kurangnya pengetahuan dan rendahnya pendidikan di masyarakat pedesaan, menyebabkan masyarakat masih menganggap KB merupakan hal yang tidak terlalu penting, karena masih ada anggapan “banyak anak banyak rezeki”. Disinilah pentingnya pendidikan kependudukan di semua sektor. Agar semua unsur masyarakat memahami setiap kebijakan yang dicangankan pemerintah, memiliki tujuan positif sebagai upaya mengatasi masalah  bersama yaitu masalah kependudukan yang berdampak terhadap kesejahteraan hidup masyarakat.  Berbagai masalah kependudukan di Indonesia diantaranya kepadatan penduduk yang tidak merata, jumlah penduduk yang tinggi, tingginya kemiskinan di Indonesia, meningkatnya angka pengangguran menurunkan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, berbagai masalah inilah yang hendaknya disampaikan kepada masyarakat luas terutama remaja bahwa fenomena  tersebut disebabkan karena masalah kependudkan di Indonesia yang belum teratasi dengan baik.
Pendidikan kependudukan ini sangat tepat diberikan pada remaja Indonesia, mengingat remaja merupakan generasi penerus bangsa. Harapan besar kini bertumpu pada remaja Indonesia,  untuk memposisikan diri sebagai agent of change, generasi yang mampu meningkatkan kualitas diri melakukan perubahan di masa yan akan datang dengan mampu mempromosikan pentingnya pengendalian kuantitas penduduk melalui program keluarga berencana dan mampu mengarahkan mobilitas remaja agar terarah dengan baik sebagai upaya peningkatan kualitas remaja sebagai agent of change yang mampu mengentaskan Indonesia dari permasalahan-permasalah yang menimpa negara Indonesia.
Pentingnya peran serta remaja dalam mengatasi masalah kependudukan di Indonesia bukan hanya karena peran strategisnya pada masa mendatang, melainkan juga disebabkan oleh proporsi penduduk usia muda yang relatif besar dalam struktur umur penduduk. Remaja juga ikut serta menyumbang permasalahan kependudukan di Indonesia, selain kelompok remaja unmet need KB, berdasarkan data Susenas (2009), menunjukakan bahwa remaja usia 15-19 tahun yang berstatus kawin sebesar 3 persen (wanita 5,4 persen dan pria 0,6 persen). Sedangkan remaja usia 20-24 tahun sebesar 16,8 persen (wanita 25,2 persen dan pria 16,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pernikahan dini pada remaja  relative besar terutama wanita.
Pernikahan dini yang terjadi pada remaja merupakan fenomena yang hendaknya harus dikaji oleh para remaja. Remaja hendaknya mulia bergerak aktif mempromosikan dan menginformasikan tentang pentingnya Penyiapan Kehidupan Keluarga Bagi Remaja (PKBR) dan Pendewasaan Usia Pernikahan (PUP) terhadap teman sebayanya. Peran remaja disini yakni menjadi peer educator bagi remaja lainnya yang belum mengetahui tentang pentingnya PKBR dan PUP dalam rangka mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (KKBS) yang diharapkan mampu menerapkan fungsi keluarga dengan baik. Remaja diharapkan mampu membantu upaya mewujudkan penduduk seimbang yang menjadi cita-cita bersama dengan menurunkan angka pernikahan muda agar selaras dengan sasaran yang hendak di capai BKKBN yaitu meningkatnya usia kawin pertama perempuan dari 19,8 tahun (SDKI, 2007) menjadi sekitar 21 tahun. Sasaran yang telah ditarget BKKBN tersebut, tidak akan tercapai tanpa kerjasama dan kepedulian semua sektor.
Strategi Efektif dalam meningkatan peran serta remaja dalam mengatasi masalah kependudkan di Indonesia.
Menurut penulis, dalam rangka meningkatkan peran serta remaja maka upaya yang dapat dilakukan yaitu:
1.   Menyelanggarkan KIE remaja dengan kerjasama lintas sektor
KIE merupakan upaya preventif sekaligus promotif sebagai bentuk kepedulian permasalahan kependudukan di Indonesia. Dalam hal ini, BKKBN melakukan kerjasama lintas sektor  baik dengan instansi pendidikan maupun instansi non pendidikan dengan mengadakan kegiatan-kegiatan, konseling, kelompok diskusi atau seminar-seminar yang mengarahkan remaja untuk peduli terhadap kependudukan. Dalam hal ini, BKKBN melakukan pendekatan melalui dua jalur yaitu:
a.    Institusi pendidikan
    Institusi pendidikan yang dimaksud dalam hal ini yaitu institusi sekolah dengan sasaran remaja yaitu usia sekolah SMP, SMA maupun perguruan tinggi. Dalam penyelenggaraan KIE ini, BKKBN dapat bekerjasama dengan jajaran sekolah-sekolah dilingkup wilayahnya dengan memanfaatkan moment penting misalnya hari kebangkitan nasional, hari pendidikan, dies natalis sekolah  dan hari-hari lain yang dianggap bersejarah terutama bagi kemajuan pendidikan.
b.   Institusi non pendidikan
Institusi non pendidikan yang dimaksud dalam hal ini yaitu, organisasi, perkumpulan, atau grup-grup hobi remaja seperti klub pecinta alam, klub lingkar pena, klub bikers, klub pecinta motor vespa dan klub-klub lain diluar institusi formal yang banyak melibatkan remaja. KIE ini diselenggarakan bersamaan dengan kegiatan mereka. Sehingga KIE merupakan suatu komponen acara kegiatan para remaja. Maka diharapkan penyampaian informasi ini dapat menarik kepedulian remaja untuk tanggap terhadap masalah kependudukan di Indonesia dapat tersampaikan dengan baik.
2.   Pembentukan forum remaja peduli kependudukan tiap kabupaten berada    dibawah bimbingan BKKBN daerah.
Forum remaja peduli kependudukan diharapkan mampu mengkoordinir kegiatan-kegiaatan remaja yang diharapkan memiliki kemampuan mentransmisikan pengetahuan mereka tentang kependudukan terhadap teman sebaya dan remaja secara luas. Forum ini merupakan tim koordinator utama kegiatan remaja dalam lingkup wilayahnya, dibawah bimbingan dan naungan BKKBN daerah. Kegiatan forum ini bersifat intern dan ekstern. Kegiatan intern berupa  pembentukan struktur kepengurusan forum, kegiatan diskusi tim, pelatihan  peer educator peduli kependudukan secara internal dalam tim, pelatihan  public speaking dan peningkatan pengetahuan kependudukan yang di bimbing secara langsung oleh BKKBN. Kegiatan ekstern yaitu dengan melakukan kegiatan-kegiatan akbar atau lintas daerah yang melibatkan remaja dalam rangka meningkatkan kepedulian terhadap masalah kependudukan di Indonesia. Serta mengadakan kegiatan penelitian dan pengembangan terhadap berbagai permasalahan remaja dan solusinya terutama yang berdampak pada meningkatanya masalah kependudukan di Indonesia. Sehingga dengan adanya penelitian dan pengembangan forum remaja peduli kependudukan dapat mengembangkan gagasan untuk menghadapi berbagai problematika remaja yang harus dipecahkan bersama dalam forum tersebut.
3.    Advokasi tokoh masyarakat dan kerjasama lintas sektor
Advokasi ini bertujuan mendapatkan dukungan tokoh masyarat, tokoh agama, maupun aparat pemerintah, sehingga dengan adanya advokasi ini diharapkan  kegiatan-kegiatan remaja dapat berlangsung dengan baik dan lancar. Selain itu, kerjasama ini juga dapat menarik simpati masyarakat terhadap kegiatan remaja, dengan demikian para remaja mendapat dukungan besar dari masyarakat sekitarnya.
4.Pembentukan PIK R di setiap institusi pendidikan ataupun desa dengan sasaran anggota remaja.
 PIK Remaja adalah suatu wadah kegiatan program PKBR (Penyiapan Kehidupan Keluarga Bagi Remaja) yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna memberikan pelayanan, informasi dan konseling kegiatan kesehatan reproduksi remaja serta penyiapan kehidupan berkeluarga. Tentu, hal ini selaras dengan misi BKKBN dalam  mencapai visi penduduk seimbang yaitu dengan dengan menjalin mitra kerja dalam menyelenggarakan pembangunan keluarga berencana dalam rangka penyiapan kehidupan keluarga bagi remaja serta pemenuhan hak-hak reproduksi.
Pada remaja terjadi  5 transisi kehidupan yang terjadi yaitu melanjutkan sekolah (countinue learning), mencari pekerjaan (start working), memulai kehidupan berkeluarga (form families), menjadi anggota masyarakat (exercise citizen ship) dan mempraktikan kehidupan sehat (practice healthy life). PKBR yang ada di PIK R, merupakan upaya mempraktikan kehidupan sehat (practice healthy life). Praktik hidup sehat remaja yaitu dengan terhindarnya remaja dari resiko TRIAD KRR (seksualitas, NAPZA, HIV dan AIDS).
TRIAD KRR merupakan materi utama yang akan diperoleh remaja di PIK R, selain itu, PIK R juga menyajikan materi tentang Pendewasaan Usia Pernikahan (PUP) sehingga di harapkan remaja telah terdidik dengan matang untuk mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (KKBS) yang mampu melaksanakan fungsi keluarga secara optimal. Dengan adanya PIK R di setiap institusi pendidikan diharapkan bahwa semua peserta didik sekolah dapat memperoleh akses informasi mengenai PKBR dan PUP serta TRIAD KRR yang memilki resiko bagi kehidupan remaja.
5.   Di selenggarakannya kegiatan-kegiatan yang meningkatkan pemahaman dan kemampuan remaja terhadap masalah kependudukan sebagai kegiatan monetering dan evaluasi gerakan remaja peduli kependudukan.
Kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan lomba, pameran, cerdas cermat, pidato serta debat mengenai kependudukan. Kegiatan ini diharapkan mampu memonitoring dan mengevaluasi  sejauh mana  kegiatan-kegiatan gerakan remaja peduli kependudukan  mempromosikan, mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman remaja berkaitan dengan kependudukan.

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Remaja

Desa Wisata

Mendidik Anak